Interferensi cahaya terjadi jika dua (atau
lebih) berkas cahaya kohern dipadukan. Di bagian ini kita akan
mempelajari interferensi antar dua gelombang cahaya kohern.
Dua berkas cahaya disebut kohern jika
kedua cahaya itu memeiliki beda fase tetap. Interferensi destruktif (saling melemahkan) terjadi jika kedua gelombang cahaya berbeda fase 180o.
Sedangkan interferensi konstruktif(saling menguatkan) terjadi jika
kedua gelombang cahaya sefase atau beda fasenya nol.
Interferensi
destruktif maupun interferensi konstruktif dapat diamati pada pola
interferensi yang terjadi.
Pola interferensi dua cahaya diselidiki
oleh Fresnel dan Young. Fresnel melakukan percobaan interferensi dengan
menggunakan rangkaian dua cermin datar untuk menghasilkan dua sumber
cahaya kohern dan sebuah sumber cahaya di depan cermin. Young
menggunakan celah ganda untuk menghasilkan dua sumber cahaya kohern.
1. Percobaan Fresnel
Pada gambar diatas, sumber cahaya monokromatis S0 ditempatkan di depan dua cermin datar yang dirangkai membentuk sudut tertentu. Bayangan sumber cahaya S0 oleh kedua cermin, yaitu S1dan S2 berlaku sebagai pasangan cahaya kohern yang berinterferensi. Pola interferensi cahaya S1dan S2ditangkap oleh layar.
Jika terjadi interferensi konstruktif,
pada layar akan terlihat pola terang. Jika terjadi interferensi
destruktif, pada kayar akan terlihat pola gelap.
2. Interferensi celah ganda Young
Pada eksperimen Young, dua sumber cahaya
kohern diperoleh dari cahaya monokromatis yang dilewatkan dua celah.
Kedua berkas cahaya kohern itu akan bergabung membentuk pola-pola
interferensi.
Inteferensi maksimum (konstruktif) yang
ditandai pola terang akan terjadi jika kedua berkas gelombang fasenya
sama. Ingat kembali bentuk sinusoidal fungsi gelombang berjalan pada
grafik simpangan (y) versus jarak tempuh (x). Dua gelombang sama fasenya jika selisih jarak kedua gelombang adalah nol atau kelipatan bulat dari panjang gelombangnya.
Berdasarkan gambar di atas, selisih lintasan antara berkas S1dan d sin θ, dengan d adalah jarak antara dua celah.
Jadi interferensi maksimum (garis terang) terjadi jika
d sin θ = n λ, dengan n =0, 1, 2, 3, …
Pada perhitungan garis terang menggunakan rumus di atas, nilai n = 0 untuk terang pusat, n = 1 untuk terang garis terang pertama, n = 2 untuk garis terang kedua, dan seterusnya.
Interferensi minimum (garis gelap)
terjadi jika selisih lintasan kedua sinar merupakan kelipatan ganjil
dari setengah panjang gelombang. Diperoleh,
d sin θ = (n – ½ )λ, dengan n =1, 2, 3, …
Pada perhitungan garis gelap menggunakan rumus di atas, n = 1 untuk terang garis gelap pertama, n = 2 untuk garis gelap kedua, dan seterusnya. Tidak ada nilai n = 0 untuk perhitungan garis gelap menggunakan rumus di atas.
3. Interferensi pada lapisan tipis
Interferensi dapat terjadi pada lapisan
tipis seperti lapisan sabun dan lapisan minyak. Jika seberkas cahaya
mengenai lapisan tipis sabun atau minyak, sebagian berkas cahaya
dipantulkan dan sebagian lagi dibiaskan kemudian dipantulkan lagi.
Gabungan berkas pantulan langsung dan berkas pantulan setelah dibiaskan
ini membentul pola interferensi.
Seberkas cahaya jatuh ke permukaan tipis dengan sudut datang i.
Sebagian berkas langsung dipantulkan oleh permukaan lapisan tipis
(sinar a), sedangkan sebagian lagi dibiaskan dulu ke dalam lapisan tipis
dengan sudut bias r dan selanjutnya dipantulkan kembali ke udara (sinar b).
Sinar pantul yang terjadi akibat seberkas
cahaya mengenai medium yang indeks biasnya lebih tinggi akan mengalami
pembalikan fase (fasenya berubah 180o), sedangkan sinar
pantul dari medium yang indeks biasnya lebih kecil tidak mengalami
perubahan fase. Jadi, sinar a mengalami perubahan fase 180o, sedangkan sinar b tidak mengalami perubahan fase. Selisih lintasan antara a dan b adalah 2d cos r.
Oleh karena sinar b mengalami pembalikan
fase, interferensi konstruktif akan terjadi jika selisih lintasan kedua
sinar sama dengan kelipatan bulat dari setengah panjang gelombang (λ).
Panjang gelombang yang dimaksud di sini adalah panjang gelombang cahay
pada lapisan tipis, bukan panjang gelombang cahaya pada lapisan tipis
dapat ditentukan dengan rumus:
λ = λ0/n.
Jadi, interferensi konstruktif (pola terang) akan terjadi jika
2d cos r = (m – ½ ) λ ; m = 1, 2, 3, …
dengan m = orde interferensi.
interferensi destruktif (pola gelap) terjadi jika
2d cos r = m λ ; m = 0, 1, 2, 3, …
4. Cincin Newton
Fenomena cincin Newton merupakan pola
interferensi yang disebabkan oleh pemantulan cahaya di antara dua
permukaan, yaitu permukaan lengkung (lensa cembung) dan permukaan datar
yang berdekatan. Ketika diamati menggunakan sinar monokromatis akan
terlihat rangkaian pola konsentris (sepusat) berselang-seling antara
pola terang dan pola gelap.
Jika diamati dengan cahaya putih
(polikromatis), terbentuk pola cincin dengan warna-warni pelangi karena
cahaya dengan berbagai panjang gelombang berinterferensi pada ketebalan
lapisan yang berbeda. Cincin terang terjadi akibat interferensi
destruktif.
Cincin di bagian luar lebih rapat dibandingkan di bagian dalam. Dengan R adalah jari-jari kelengkungan lensa, dan panjang gelombang cahaya dalam kaca adalah λ, radius cincin terang ke-n, yaitu rn dapat dihitung dengan rumus
dengan m = 1, 2, 3, … adalah nomor urut cincin terang.
Sedangkan radius cincin gelap ke-n, yaitu rn dapat dihitung dengan rumus
dengan m = 1, 2, 3, … adalah nomor urut cincin gelap.
Perlu diingat bahwa panjang gelombang λ pada persamaan di atas adalah panjang gelombang cahaya dalam kaca (lensa) yang dapat dinyatakan dengan: λ = λ0/r, di mana λ0 adalah panjang gelombang cahaya di udara dan n adalah indeks bias kaca (lensa).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar